RSS
Write some words about you and your blog here

suthe

Pages

AIK VII (Tenaga Kerja Wanita)

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan bekerja, manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup. Maka dari itu hak atas pekerjaan seseorang adalah hak asasi yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati. Makna dan arti penting pekerjaan tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yaitu bahwa, “Setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Berdasarkan hal tersebut, banyak wanita yang pergi ke luar negeri untuk memperoleh pekerjaan. Namun, dengan banyaknya jumlah TKW di luar negeri menyebabkan jumlah kasus yang berkaitan dengan TKW semakin banyak dan beragam. Salah satu cara untuk mengurangi tindak kejahatan terhadap TKW ialah dengan mewajibkan adanya perjanjian kerja bagi para penyalur TKW. Dengan adanya perjanjian kerja, maka TKW dapat memperoleh perlindungan hukum dalam memperoleh hak-haknya.
Fokus dalam makalah ini adalah perlindungan upah, perjanjian kerja, dan kendala pelaksanaan perlindungan hukum terhadap TKW dalam perjanjian kerja. Aspek perlindungan upah meliputi komponen-komponen upah (upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap), ketentuan pembayaran upah, dan upah lembur. Perjanjian kerja meliputi bentuk perjanjian kerja dan syarat sahnya perjanjian kerja. Sedangkan kendala pelaksanaan perlindungan hukum terhadap TKW dalam perjanjian kerja meliputi kesalahan TKW, pendidikan yang dimiliki TKW, kelengkapan surat perjanjian kerja, surat perjanjian kerja tidak diberikan kepada TKW, dan bahasa yang digunakan dalam perjanjian kerja.
B. RUMUSAN MASALAH
Mengacu pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimanakah perlindungan hukum atas hak Tenaga Kerja Wanita (TKW) dalam perjanjian kerja ?
2. Bagaimanakah kendala-kendala pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Tenaga kerja Wanita (TKW) dalam perjanjian kerja ?
C. TUJUAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Ingin mengetahui perlindungan hukum atas hak Tenaga Kerja Wanita(TKW) dalam perjanjian kerja.
2. Ingin mengetahui kendala-kendala pelaksanan perlindungan hukum terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) dalam perjanjian kerja.
D. MANFAAT
Manfaat teoritis dari makalah ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pengalaman di dunia kerja yang sesungguhnya.
2. Sebagai bahan tambahan dan wawasan mengenai perlindungan hukum dalam perjanjian kerja bagi para mahasiswa dan dosen.
Manfaat praktis dari makalah ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan bagi para penyalur Tenaga Kerja Wanita (TKW) tentang arti pentingnya pemberian perlindungan hukum dalam perjanjian kerja.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam memberikan dan mewujudkan perlindungan hukum bagi TKW.

















BAB II
PENELAAHAN KEPUSTAKAAN DAN/ATAU
KERANGKA TEORITIK
A. Tenaga Kerja Wanita (TKW)
Dalam pasal 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa,” Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang / atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.
Berdasarkan pasal 1 Undang-undang No.34 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, “Tenaga Kerja Indonesia yang kemudian disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah”.
Sedangkan menurut pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.104A/MEN/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja di luar negeri, “Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan Tenaga Kerja Indonesia”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan menerima upah.

Untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita di luar negeri harus memenuhi persyaratan – persyaratan tertentu yang telah ditetapkan dalam UU No. 34 Tahun 2004 pasal 35-36, yaitu :
1. Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon yang akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 (dua puluh satu) tahun;
2. Sehat jasmani dan rohani ;
3. Tidak dalam keadaan hamil ;
4. Berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau sederajat ;
5. Berminat bekerja di luar negeri dan harus terdaftar pada instansi pemerintah Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
Setiap calon Tenaga Kerja Wanita atau Tenaga Kerja Indonesia mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk bekerja di luar negeri ;
1. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja di luar negeri dan prosedur penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri;
2. Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri ;
3. Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya ;
4. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan ;
5. Memperoleh hak, kesempatan dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;
6. Memperoleh perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri ;
7. Memperoleh jaminan keselamatan dan keamanan kepulangan Tenaga Kerja Indonesia ke tempat asal ;
8. Memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli. (UU No. 34 Tahun 2004 pasal8)
Adapun kewajiban calon Tenaga Kerja Wanita atau Tenaga kerja Wanita menurut UU No.34 Tahun 2004 pasal 9 yaitu :
1. Mentaati peraturan perundang-undangan di dalam negeri maupun di negara tujuan.
2. Mentaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja
3. Membayar biaya pelayanan penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Memberitahukan atau melaporkan kedatangan, keberadaan dan kepulangan Tenaga Kerja Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
Untuk dapat ditempatkan di luar negeri, calon Tenaga Kerja Wanita harus memiliki dokumen yang meliputi :
1. Kartu Tanda Penduduk, yaitu pendidikan terakhir, akte kelahiran, atau surat keterangan kenal lahir;
2. Surat keterangan status perkawinan, bagi yang telah menikah melampirkan copy buku nikah;
3. Surat keterangan izin suami, izin orang tua, atau izin wali;
4. Sertifikat kompetensi kerja;
5. Surat keterangan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
6. Paspor yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;
7. Visa kerja;
8. Perjanjian penempatan Tenaga Kerja Indonesia;
9. Perjanjian kerja; dan
10. Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (KTKLN).
B. Perlindungan Hukum
Dalam UU No.39 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia adalah segala upaya melindungi kepentingan calon Tenaga Kerja Indonesia maupun Tenaga Kerja Indonesia dalam mewujudkan terjadinya pemenuhan hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
Perlindungan Tenaga Kerja Wanita di luar negeri dilaksanakan melalui asuransi di mana lembaga pelaksana penempatan Tenaga Kerja Wanita di luar negeri bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan tenaga kerja, penyelesaian masalah dan hak – hak Tenaga Kerja Wanita di luar negeri. Setiap Tenaga Kerja Wanita di luar negeri diikutsertakan program asuransi perlindungan tenaga kerja. Hal ini untuk merealisasikan tanggung jawab pelaksana penempatan Tenaga Kerja Wanita. Bentuk asuransi yang dimaksud :
1. Santunan bagi Tenaga Kerja Indonesia yang meninggal dunia sejak keberangkatan dari daerah asal sampai kembali ke daerah asal.
2. Santunan bagi Tenaga Kerja Indonesia yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setelah melampaui waktu 3 ( tiga ) bulan setelah perjanjian ditandatangani.
3. Santunan bagi Tenaga Kerja Indonesia yang tidak dibayar gajinya.
4. Santunan bagi Tenaga Kerja Indonesia yang tidak memperoleh hak – haknya.
5. Bantuan hukum kepada Tenaga Kerja Indonesia dalam hal yang bersangkutan. ( Lalu Husni, 2003 : 73 )
Program asuransi perlindungan wajib diikuti oleh Tenaga Kerja Wanita, di mana preminya dibayar oleh pengguna jasa Tenaga Kerja Wanita atau lembaga pelaksana penempatan. Setiap Tenaga Kerja Wanita yang menjadi peserta program asuransi perlindungan ini berstatus sebagai 16 tertanggung dan berhak mendapat kartu tanda peserta asuransi yang berlaku sah yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi.
Adapun ruang lingkup dari perlindungan hukum terhadap Tenaga Kerja Wanita terdapat 3 ( tiga ) tahap yaitu :
1. Perlindungan pra penempatan.
Kegiatan Pra Penempatan Tenaga Kerja Wanita di luar negeri meliputi: pengurusan Surat Ijin Pengerahan (SIP), perekrutan dan seleksi, pendidikan dan pelatihan kerja, pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pengurusan dokumen, uji kompetensi, Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), dan pemberangkatan. Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Pra Penempatan meliputi:
a. Calon Tenaga Kerja Indonesia betul–betul memahami informasi lowongan pekerjaan dan jabatan. Informasi ini diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja setempat bersama Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia.
b. Calon Tenaga Kerja Indonesia dijamin kepastian untuk bekerja di luar negeri ditinjau dari segi ketrampilan dan kesiapan mental. Calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan dipekerjakan di luar negeri harus memiliki ketrampilan sesuai dengan permintaan pengguna jasa dengan dibuktikan lulus tes atau uji ketrampilan yang diselenggarakan oleh lembaga latihan kerja.
c. Calon Tenaga Kerja Indonesia harus mengerti dan memahami isi perjanjian kerja yang telah ditandatangani pengguna jasa. Sebelum menandatangaani perjanjian kerja, calon Tenaga Kerja Indonesia harus membaca dan memahami seluruh isi perjanjian kerja.
d. Calon Tenaga Kerja Indonesia menandatangani perjanjian kerja yang telah ditandatangani pengguna jasa, dibuat rangkap 2 ( dua ). 1 (satu ) rangkap perjanjian kerja untuk Tenaga Kerja Indonesia dan 1 (satu ) rangkap untuk pengguna jasa.
e. Tenaga Kerja Indonesia wajib dipertanggungkan oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI ) ke dalam program JAMSOSTEK.
f. Tenaga Kerja Indonesia harus membuka rekening pada salah satu Bank sebelum berangkat, untuk program pengiriman uang (remittence). (Lalu Husni, 2003 : 74 –76)
2. Perlindungan masa penempatan.
Setiap Tenaga Kerja Wanita wajib melaporkan kedatangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan. Kewajiban untuk melaporkan kedatangan Tenaga Kerja Wanita ini dilakukan oleh pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta. Pelaksana penempatan Tenaga Kerja Wanita Swasta dilarang menempatkan Tenaga Kerja Wanita yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani oleh Tenaga Kerja Wanita yang bersangkutan.
Perlindungan Tenaga Kerja Wanita selama penempatan meliputi :
a. Penanganan masalah perselisihan antara Tenaga Kerja Indonesia dengan pengguna jasa. Apabila terjadi permasalahan antara Tenaga Kerja Indonesia dengan pengguna jasa maka harus diselesaikan dengan cara musyawarah. Jika dianggap perlu dapat meminta bantuan KBRI di negara setempat akan tetapi keterlibatan KBRI hanya bersifat pemberian bantuan saja tanpa mencampuri urusan instansi berwenang di negara setempat.
b. Penanganan masalah Tenaga Kerja Indonesia akibat kecelakaan, sakit, atau meninggal dunia. Apabila Tenaga Kerja Indonesia terkena kecelakaan, sakit, atau meninggal dunia di luar negeri maka Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia bertanggung jawab sepenuhnya, dan mengurus harta peninggalan dan hak – hak Tenaga Kerja Indonesia yang belum diterima untuk diserahkan pada ahli waris yang bersangkutan.
c. Perpanjangan perjanjian kerja, dalam hal ini Tenaga Kerja Indonesia dapat meminta bantuan pengguna jasa atau perwakilan Luar Negeri atau mitra usaha dan wajib memperpanjang kepesertaan program JAMSOSTEK sesuai perjanjian kerja.
d. Penanganan proses cuti. Bagi Tenaga Kerja Indonesia yang akan menjalani cuti maka kepengurusannya dilakukan di Perwakilan Republik Indonesia di negara setempat dibantu oleh mitra usaha atau Perwakilan Luar Negeri atau pengguna jasa Tenaga Kerja Indonesia. Sedangkan bagi Tenaga Kerja Indonesia yang menjalani cuti dan pulang ke tanah air serta dibekali re-entry visa, harus melaporkan kepada Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia pengirim dan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia pengirim harus melaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat. (Lalu Husni, 2003 : 77 – 79)
3. Perlindungan purna penempatan.
Kepulangan Tenaga Kerja Wanita dari negara tujuan sampai tiba di daerah asal menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan. Setiap TKW yang akan kembali ke Indonesia wajib melaporkan kepulangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan. Kepulangan TKW terjadi karena :
a. Berakhirnya masa perjanjian kerja.
b. Pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir.
c. Terjadinya perang, bencana alam, atau wabah penyakit di negara tujuan.
d. Mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak bisa menjalankan pekerjaannya lagi.
e. Meninggal dunia di negara tujuan.
f. Cuti
g. Dideportasi oleh pemerintah setempat.
Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Purna Penempatan meliputi 3 (tiga ) kegiatan yaitu :
a. Kepulangan setelah melaksanakan perjanjian kerja. Dengan berakhirnya masa kontrak, pengguna jasa harus membiayai kepulangan Tenaga Kerja Indonesia ke Indonesia.
b. Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia karena suatu kasus. Apabila hal ini terjadi maka Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia pengirim harus melaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat dan menyelesaikan administrasi setelah Tenaga Kerja Indonesia tiba di tanah air.
c. Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia karena alasan khusus. Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia karena suatu alasan khusus di luar perjanjian kerja dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan dari pengguna jasa dan sepengetahuan perwakilan Republik Indonesia. Biaya kepulangan Tenaga Kerja Indonesia diatur atas kesepakatan antara Tenaga Kerja Indonesia dan pengguna jasa. Pengurusannya dibantu oleh pengguna jasa, mitra usaha dan atau perwakilan Luar Negeri. (Lalu Husni, 2003 :79 – 80
Perwakilan Republik Indonesia memberikan perlindungan terhadap TKW di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional. Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa penempatan TKW di luar negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta dan TKW yang di tempatkan di luar negeri di laksanakan antara lain :
a. Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara tujuan serta hukum dan kebiasaan Internasional.
b. Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja atau peraturan perundang-undangan di negara TKW ditempatkan.
C. Perjanjian Kerja
1. Pengertian Perjanjian Kerja
Berdasarkan pasal 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, “Perjanjian kerja antara pekerja/ buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”.
Sedangkan berdasarkan atas pasal 1 UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, “Perjanjian kerja adalah perjanjian tertulis antara TKI dengan pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak”.
2. Bentuk Perjanjian Kerja
Bentuk perjanjian kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan kerja untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan tulisan latin, serta harus memuat :
1) Nama dan alamat pengusaha / perusahaan.
2) Nama, alamat, umur dan jenis kelamin buruh.
3) Jabatan atau jenis / macam pekerjaan.
4) Besarnya upah serta cara pembayarannya.
5) Hak dan kewajiban buruh.
6) Hak dan kewajiban pengusaha.
7) Syarat-syarat kerjanya.
8) Jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
9) Tempat atau lokasi kerja.
10) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat dan tanggal mulai berlaku.(Lalu Husni, 2003 :45)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) dan masing-masing untuk buruh dan penyalur TKW.(UU No.34 Tahun 2004 pasal 52 ayat 4)



3. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
Perjanjian Kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata. Yaitu perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. Kemauan bebas kedua belah pihak.
b. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak.
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
D. Aspek Perlindungan Upah
1. Pengertian Upah
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah disebutkan, “Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau yang akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut persetujuan atau peraturan perundang – undangan yang berlaku dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh itu sendiri maupun keluarganya”.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 :1250) menyebutkan, “Upah adalah uang yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu ”.
Dalam Konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-laki dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya menyebutkan, “Pengupahan meliputi upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga, yang harus dibayar secara langsung atau tidak, maupun secara tunai atau dengan barang oleh pengusaha dengan buruh berhubung dengan pekerjaan buruh”.
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh diskriminasi antara buruh laki –laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.



2. Komponen Upah
Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Upah berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 07/MEN/1990 dalam bukunya Lalu Husni (2003 :116) disebutkan bahwa :
a. Termasuk komponen upah adalah :
1) Upah Pokok, merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian.
2) Tunjangan Tetap, suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk buruh dan keluarganya yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok.
3) Tunjangan Tidak Tetap, suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan buruh dan keluarganya serta dibayarkan tidak bersamaan dengan pembayaran upah pokok.
b. Tidak termasuk komponen upah :
1) Fasilitas, kenikmatan dalam bentuk nyata atau karena hal – hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh.
2) Bonus, pembayaran yang diterima buruh dari hasil keuntungan perusahaan atau karena buruh berprestasi melebihi terget produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas.
3) Tunjangan Hari Raya (THR), dan pembagian keuntungan lainnya.
Upah pokok minimum adalah upah pokok sudah termasuk di dalamnya tunjangan – tunjangan yang bersifat tetap. Beberapa jenis upah pokok minimum adalah sebagai berikut :
a. Upah minimum sub sektoral regional, yaitu upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sub sektor tertentu dalam daerah tertentu.
b. Upah minimum sektoral regional, yaitu upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sektor tertentu dalam daerah tertentu.
c. Upah minimum regional atau upah minimum privinsi, yaitu upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan dalam daerah tertentu.
3. Ketentuan Pembayaran Upah
Pengusaha wajib membayar upah kepada para pekerjanya secara teratur sejak terjadinya hubungan kerja sampai dengan berakhirnya hubungan kerja. Menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah disebutkan bahwa, “Upah tidak dibayar jika buruh atau pekerja tidak melakukan pekerjaan”. Hal ini dikenal dengan azas “No work no pay”, azas ini berlaku mutlak yaitu dapat dikesampingkan dalam hal – hal tertentu atau dengan kata lain pekerja tetap mendapatkan upah meskipun tidak dapat melakukan pekerjaan. Adapun penyimpangan dari azas ini adalah:
a. Apabila pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan. Hal ini dengan menggunakan surat keterangan dokter. Adapun besarnya upah adalah sebagai berikut :
1) Untuk 3 (tiga) bulan pertama, upahnya tiap bulan harus dibayar 100%.
2) Untuk 3 (tiga) bulan kedua, upahnya harus dibayar 75% dari besarnya upah yang harus dibayar.
3). Untuk 3 (tiga) bulan ketiga, upahnya tiap bulan dibayar 50% dari besarnya upah yang harus dibayar.
4). Untuk 3 (tiga) bulan keempat, upahnya tiap bulan dibayar 25% dari besarnya upah yang harus dibayar.
Apabila pekerja sembuh dari sakitnya dan sempat masuk kerja, namun sakit lagi, maka perhitungan untuk upahnya adalah :
1) Sesudah sembuh, kemudian belum 4 (empat) minggu sakit lagi maka perhitungan upahnya ke atas. Contoh seorang pekerja pada 3 (tiga) bulan pertama sakit (upahnya 100%) kemudian sembuh lalu masuk kerja kembali. Belum sampai 4 (empat) minggu sakitnya sembuh, kemudian sakit lagi, maka haknya atas upah 75% untuk 3 (tiga) bulan dan seterusnya.
2) Apabila dalam pembayaran upah karena sakit timbul hak cuti (tahunan, hamil, panjang), maka untuk hari – hari tersebut upah harus dibayar penuh (100%).
b. Apabila pekerja tidak dapat masuk kerja karena :
1) Pekerja kawin, paling lama 2 (dua) hari.
2) Menyunatkan anaknya, paling lama 1 (satu) hari.
3) Membabtis anaknya, paling lama 1 (satu) hari.
4) Mengawinkan anaknya, paling lama 2 (dua) hari.
5) Keluarga meninggal dunia yaitu suami, istri, orang tua, anak, paling lama 2 (dua) hari.
6) Istri melahirkan anak, paling lama 1 (satu) hari.
c. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena sedang menjalankan kewajiban kepada negara.
d. Pekerja tidak dapat melaksanakan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya (waktu untuk melaksanakan ibadah menurut agamanya adalah sesuai dengan waktu yang dibutuhkan dengan pembatasan paling lama 3 (tiga) bulan dan melaksanakan ibadah agamanya hanya satu kali saja)
e. Pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah diperjanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang dialami oleh pengusaha yang seharusnya dihindari.
Pembayaran upah harus secara langsung kepada pekerja yang bersangkutan pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian kerja. Jika pembayaran upah terlambat, maka upah harus ditambah 5% untuk setiap hari keterlambatan. Untuk setiap keterlambatan dengan ketentuan bahwa tambahan untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan.
4. Upah Lembur
Cara menghitung upah lembur ditetapkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 102 tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur yakni :
a. Apabila jam kerja lembur dilakukan pada hari biasa :
1) Untuk 1 (satu) jam kerja lembur pertama harus dibayar sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah kerja.
2) Untuk tiap kerja berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua) kali upah kerja.
b. Apabila jam kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan atau hari raya resmi :
1) Untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu harus dibayar upah sedikit – sedikitnya 2 (dua) kali upah tiap jamnya.
2) Untuk jam kerja pertama selebihnya 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari raya terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu, harus dibayar sebesar 3 (tiga) kali upah tiap jamnya.
3) Untuk jam kerja kedua setelah 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari raya terpendek pada salah satu hati dalam 6 (enam) hari kerja seminggu, harus dibayar upah sebesar 4 (empat) kali upah tiap jamnya.
Upah tiap jam dihitung dengan rumus :
a. Upah tiap jam bagi pekerja bulanan 1/173 upah sebulan.
b. Upah sejam bagi pekerja harian 2/20 upah sehari.
c. Upah sejam bagi pekerja borongan atau satuan 1/7 rata – rata hasil kerja sehari.
Komponen upah untuk dasar perhitungan upah lembur terdiri atas upah pokok, tunjangan jabatan, tunjangan kemahalan dan nilai pemberian cuti – cuti karyawan sendiri.


E. Kerangka Teoritik











Gambar 1. Kerangka Teoritik
Perjanjian kerja merupakan suatu perjanjian yang dibuat antara TKW dan pemberi kerja yang memuat syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak setiap Tenaga Kerja Wanita adalah:
1. Bekerja di luar negeri;
2. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan di luar negeri;
3. Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri;
4. Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya yang dianutnya;
5. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan;
6. Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;
7. Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabat serta pelanggaran atas hak-hak yang diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri;
8. Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan ketempat asal;
9. Memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.
Hak, syarat, dan kewajiban setiap TKW dituangkan dalam perjanjian kerja, hal tersebut adalah supaya TKW memperoleh perlindungan hukum dalam memperoleh upah. Pelaksanaan kewajiban setiap TKW mempengaruhi perolehan perlindungan dalam memperoleh upah.
F. Studi Kasus
Perlindungan hukum atas hak-hak TKW dalam perjanjian kerja belum berjalan dengan baik. Mantan TKW dari Desa Sukoharjo yang bekerja di Malaysia berjumlah 7 (Tujuh) orang. Ketujuh orang mantan TKW ini tidak ada yang paham benar tentang apa yang dimaksud dengan hak yang harus mereka terima selama bekerja di luar negeri.
Endang Sulastri menyatakan (Wawancara, tanggal 16 Januari 2006)
Bahwa ia sedikitpun tidak paham tentang apa yang dimaksud dengan hak. Yang ia tahu adalah ia mendapatkan gaji setiap bulan dari majikannya di mana gaji tersebut disimpan oleh majikannya dalam buku tabungannya dan buku tabungan tersebut dibawa oleh majikannya. Selama bekerja ia tidak pernah membawa buku tabungannya sendiri. Ia hanya diperlihatkan sebentar setelah gajinya dimasukkan ke tabungan setiap bulannya.
a. Komponen upah (upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap)
Setiap upah yang diterima oleh TKW diberikan perlindungan. Setiap TKW yang disalurkan oleh PT. RCI (Rimba Ciptaan Indah) tidak dipungut biaya apapun tetapi ketika TKW sudah bekerja di luar negeri dan menerima gaji, maka gaji yang diterima oleh TKW tersebut akan dipotong selama beberapa bulan. Untuk TKW yang bekerja di Malaysia akan dipotong selama 5 bulan.
Wati pernah mengalami hal seperti tersebut di atas, ia menjelaskan (Wawancara, tanggal 16 Januari 2006) bahwa ia pernah bekerja di Malaysia selama 2 tahun. Selama bekerja di sana, ia tidak pernah mendapatkan uang sama sekali. Tiga bulan sebelum ia pulang ke Indonesia, ia meminta upahnya pada majikan tetapi majikannya hanya memberi jawaban “Ya” . Sepuluh hari sebelum kepulangannya, ia meminta kembali upahnya tetapi upah tersebut tetap tidak diberikan. Kemudian ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia, ia pulang dengan biaya dari PJTKI. Setelah sampai di Indonesia, ia menuntut pada PJTKI yang menyalurkannya akan upah yang berhak diterimanya. Berdasarkan atas laporan dari Wati, PJTKI tersebut melaporkan pada Agency di Malaysia yang menyalurkan Wati bekerja dan Agency inilah yang menyelesaikan permasalahan pembayaran upah Wati. Demi mendapatkan upahnya ketika bekerja selama dua tahun, Wati rela bekerja kembali dengan majikan tersebut selama dua bulan. Ketika ia sedang bekerja, upahnya selama dua tahun tadi telah dikirimkan kepada Agency dan Agency mengirimkannya pada PJTKI yang menyalurkan Wati. Upah dua tahun Wati dapat diambil dengan syarat yang mengambil adalah orang tua Wati. Setelah Wati mengetahui bahwa upahnya telah diterima bapaknya maka ia mmnutuskan untuk kabur dari majikannya walaupun ia belum menerima upahnya kembali. Meskipun Wati sudah menerima upahnya, ternyata upah tersebut tidak sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakatinya. Dalam perjanjian kerja, Wati akan mendapatkan upah sebesar 380 Ringgit tapi kenyataannya ia hanya memperoleh 350 Ringgit per bulannya.
TKW yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga, tidak mendapatkan uang tunjangan, baik itu berupa tunjangan tetap maupun tunjangan tidak tetap. Yang diterima hanya uang pokok yaitu upah yang selalu diberikan oleh majikan sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati. Apabila TKW berkeinginan untuk mengirimkan uang kepada keluarga di rumah maka majikan yang akan mengirimkan sejumlah uang yang diminta oleh TKW. Uang yang dikirimkan oleh majikan itu adalah upah yang telah diterima oleh TKW dalam buku tabungan (pengurangan upah).
Umbar menyatakan (Wawancara, tanggal 16 Januari 2006)
bahwa setiap ia bekerja dalam sebulannya tidak pernah mendapatkan uang tunjangan kecuali pada Hari Raya Idul Fitri, ia mendapatkan sedikit uang untuk membeli makanan dan dibelikan sepotong baju baru.
b. Ketentuan pembayaran upah
Hak yang diterima oleh TKW adalah mendapatkan gaji. Tetapi gaji tersebut tidak dibawa langsung oleh para TKW. Setiap TKW yang bekerja di luar negeri diharuskan untuk mempunyai buku tabungan (nomor rekening) sendiri tetapi buku tabungan tersebut disimpan oleh majikan yang mempekerjakan para TKW tersebut. Tetapi bagi TKW yang bekerja selain sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) maka gaji akan diterima secara langsung dalam bentuk uang tunai.
Sri Kunarti menceritakan (Wawancara, tanggal 16 Januari 2005) bahwa ia selalu mendapat gaji tunai secara langsung setiap bulannya setiap tanggal 1. Gaji yang diperoleh setiap bulan pada tahun pertama ia bekerja adalah 400 Ringgit, tahun kedua adalah 450 Ringgit, dan tahun ketiga adalah 500 Ringgit. Ia mendapat gaji secara langsung karena ia bekerja sebagai tenaga administrasi di sebuah Rumah Sakit swasta. Dan ia mengaku mendapat perlindungan dalam bidang pengupahan karena ia mempunyai permit (KTP) tetapi tidak ada perjanjian kerja. Ia tidak pernah mendapatkan uang lembur karena tidak pernah bekerja lembur.
Pembayaran upah pada TKW yang terlambat seharusnya diberikan tambahan gaji sebesar 5 % setiap harinya. Tetapi yang terjadi, meskipun upah yang diterima terlambat namun uang tambahan tetap tidak ada. Berdasarkan pengalaman dari Sri Kunarti (Wawancara, tanggal 15 Januari 2006)
bahwa ia pernah mengalami keterlambatan dalam pembayaran upah untuk beberapa kali. Walaupun demikian tetapi upah yang dibayarkan tetap seperti biasanya, tidak ada tambahan. Upah pokok yang seharusnya diperoleh terkadang terlambat 1 minggu.
TKW yang diperkerjakan di luar negeri khususnya di Malaysia harus mematuhi dan menjalankan semua kewajiban-kewajibannya sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati. Apabila TKW tidak menjalankan kewajiban-kewajibannya, maka ia akan mendapatkan sanksi dari pihak Agency atau PJTKI. Sanksi-sanksi ini dapat berupa pemotongan gaji atau pemutusan kerja.
c. Upah lembur
TKW yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) tidak pernah mendapatkan upah lembur meskipun tidak pernah berhenti atau libur bekerja. Upah yang diterima oleh TKW tetap seperti yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kerja misalnya dalam perjanjian kerja ditetapkan 380 Ringgit per bulan maka gaji yang diterima akan tetap 380 Ringgit per bulannya, tidak ada tambahan.
Nani’ membenarkan tentang hal ini (Wawancara, tanggal 16 Januari 2006). Ia mengatakan bahwa setiap TKW Pembantu Rumah Tangga tidak mendapat upah lembur. Ia sendiri mengaku bahwa ia dipekerjakan setiap hari mulai pagi hingga malam hari sampai semua pekerjaan rumah tangga benar-benar selesai. Setiap Hari Raya Cina dan Hari Raya Idul Fitri ia juga harus tetap bekerja seperti hari-hari biasanya.


d. Bentuk perjanjian kerja
Perjanjian kerja untuk TKW menggunakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena masa berlaku perjanjian kerja ini telah ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara dengan PT. RCI (Wawancara, tanggal 10 September 2005),
perjanjian kerja yang dibuat untuk TKW masa berlakunya adalah 2 (dua) tahun, apabila TKW yang bersangkutan ingin melanjutkan pekerjaannya ketika masa berlaku perjanjian kerja sudah selesai maka dapat melakukan perpanjangan perjanjian kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) dan diberikan kepada buruh dan pengusaha.(UU No.34 Tahun 2004 Pasal 52 Ayat 4). Tetapi yang terjadi pada TKW di Desa Sukoharjo adalah perjanjian kerja yang dibuat tidak diberikan kepada TKW.











BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pada makalah ini adalah :
1. Hasil yang diperoleh berbagai sumber adalah kebanyakan TKW yang belum menerima perlindungan hukum atas upah dengan baik karena upah yang diberikan hanya upah pokok saja, sedangkan tunjangan tetap, tunjangan tidak tetap, dan upah lembur tidak ada. Para penyalur mantan TKW membuat perjanjian kerja dalam bentuk tertulis karena perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu dan sudah sesuai dengan syarat sahnya perjanjian kerja. Tetapi, sebagian besar perjanjian kerja yang telah dibuat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan pembuatan perjanjian kerja untuk waktu tertentu.
2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap mantan TKW dalam perjanjian kerja adalah kesalahan mantan TKW, rendahnya pendidikan yang dimiliki mantan TKW, tidak lengkapnya surat perjanjian kerja yang dibuat, surat perjanjian kerja tidak diberikan kepada mantan TKW, tidak menggunakan bahasa Indonesia, dan tidak adanya ketentuan jam kerja bagi mantan TKW.
B. SARAN
Saran yang dapat penulis ajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah bagi TKW yang bekerja di luar negeri kemudian mengalami permasalahan dengan majikan dalam pemenuhan hak-hak TKW, hendaknya melaporkan hal tersebut pada Pemerintah Indonesia di Malaysia. Para penyalur TKW sebaiknya: tidak memperkerjakan TKW yang memiliki pendidikan rendah misalnya Sekolah Dasar (SD), membuat perjanjian kerja dengan menggunakan Bahasa Indonesia, surat perjanjian kerja dibuat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, dan memberikan ketentuan jam kerja bagi TKW

0 komentar: