RSS
Write some words about you and your blog here

suthe

Pages

laporan eksperimen fisika 2 (menentukan konstanta pegas dengan metode statis dan dinamis)

BAB I
PENADAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari pegas memiliki peranan penting, sebagai contoh pegas dapat kita jumpai pada sepeda motor. Dimana pegas pada sepeda motor sering disebut atau di kenal dengan nama shuck breaker. Dengan adanya shuck breaker ini maka kita merasa nyaman ketika mengendarai sepeda motor. Hal ini terjadi karena shuck breaker tersebut memiliki sifat elastisitas ( kembali ke bentuk semula ) seperti sifat pegas pada umumnya. Pegas tidak hanya dimanfaatkan pada sepeda motor, tetapi pada semua kendaraan yang selalu kita gunakan. Pegas merupakan salah satu contoh benda elastis. Contoh benda elastis lainnya adalah karet mainan
Ketika kita menarik karet mainan sampai batas tertentu, karet tersebut bertambah panjang. Jika tarikan tersebut dilepaskan, maka karet akan kembali ke panjang semula. Demikian juga ketika kita merentangkan pegas, pegas tersebut akan bertambah panjang. tetapi ketika dilepaskan, panjang pegas akan kembali seperti semula. Apabila pegas tersebut diregangkan kemudian dilepaskan maka panjang pegas akan kembali seperti semula. Mengapa demikian ? hal ini disebabkan karena benda-benda tersebut memiliki sifat elastis. Elastis atau elastsisitas adalah kemampuan sebuah benda untuk kembali ke bentuk awalnya ketika gaya luar yang diberikan pada benda tersebut dihilangkan. Jika sebuah gaya diberikan pada sebuah benda yang elastis, maka bentuk benda tersebut berubah. Untuk pegas dan karet, yang dimaksudkan dengan perubahan bentuk adalah pertambahan panjang.

PERTANYAAN PENELITIAN
Berapa besar konstanta pegas dengan cara statis dan dinamis?
TUJUAN EKSPERIMEN
Menentukan konstanta elastik suatu jenis pegas dengan cara statis dan dinamis?.
MANFAAT EKSPERIMEN
Kita dapat menentukan konstanta elastik suatu jenis pegas dengan cara statis dan dinamis.



















BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

KAJIAN PUSTAKA
sebuah pegas yang dibuat dengan cara melilitkan kawat yang kaku menjadi sebuah kumparan adalah alat yang lazim. Gaya yang dikerjakan oleh pegas jika ditekan atau diregangkan adalah hasil dari gaya intermolekuler yang rumit dalam pegas, tetapi gambaran empiris tentang perilaku makroskopik pegas adalah cukup untuk kebanyakan terapan. Jika pegas ditekan atau diregangkan kemudian dilepas, pegas kembali ke panjang asal atau alamiahnya, jika perpindahan tidak terlalu besar. Jika sebuah pegas diregangkan dengan suatu gaya, maka pegas akan bertanbah panjang. Jika gaya akan yang digunakan untuk menarik kawat tidak terlalu besar, maka perpanjangan pegas adalah sebanding dengan gaya yang bekerja.
Ini pertama kali ditemukan oleh Robert Hooke (1635 – 1703). Hokum Hooke dapat dinyatakan sebagai berikut: jika sebuah benda diubah bentuknya, maka benda rtersebut akan melawan perubahan bentuk (deformasi) dengan gaya yang sebanding dengan besar deformasi, asalkan deformasi ini tidak terlalu besar. Untuk deformasi dalam satu dimensi, atau perubahan panjang saja, maka hokum Hooke dapat ditulis sebagai berikut.
Fx = - k (x – xo) = - k ∆x
Di sini x adalah panjang setelah diberikan gaya atau panjang setelah mengalami deformasi, Fx adalah gaya balik oleeh bahan, xo adalh panjang mula-mula bahan dan k adalah suatu tetapan banding dan untuk pegas disebut tetapan/konstanta pegas. Tanda negative menyatakan bahwa gaya selalu melawan deformasi.
Hokum Hooke berlaku pada suatu bahan selam perubahan panjang tidak terlalu besar. Daerah di mana hokum Hooke berlaku dissebut daerah elastic. Jika suatu bahan mengalami perubahan panjang melampaui daerah elastic, maka akan mengalami perubahan bentuk permanen. Daerah deformasi di luar daerah elastic, disebut daerah plastic. Dalam daerah plastic perubahan bentuk bersifat permanen. Jika sebuah pegas ditarik melebihi batas elastic, pegas tidak kembali lagi pada panjang semula, karena struktur atom-atom dalam pegas telah mengalami perubahan.
Untuk mencari nilai ketetapan pegas dapat dilakukan dengan 2 cara :
1. Cara Statis
Apabila suatu pegas dengan tetapan pegas k diberi beban W, maka ujung pegas akan bergeser sepanjang x sesuai dengan persamaan : mg = kx
F = k x
2. Cara Dinamis
Apabila pegas yang telah diberi beban tadi dihilangkan bebannya maka pegas akan mengalami getaran selaras dengan periode :
T=2π√(m/k)
k=(4π^2 m)/T^2

Dimana :
m = massa beban
g = percepatan gravitasi bumi (9,8 m/s2)
T = Periode
Hubungan antara gaya yang meregangkan pegas dan pertambahan panjang pada daerah elastisitas pertama kali diselidiki oleh Robet Hooke (1635 - 1703) . Hasil penyelidikannya dinyatakann dalam sebuah hokum yang kemudian dikenal sebagai Hukum Hooke.
Pada daerah elastisitas besar gaya F yang meregangkan pegas sebanding dengan pertambahan panjangnya (∆x) secara matematis dapat dituliskan:

Dimana:
F= gaya yang bekerja pada pegas (N)
k= konstanta pegas (N/m)
∆x= pertambahan panjang pegas (m)
Konstanta pegas merupakan suatu angka tertentu yang menjadi salah satu karakteristik suatu pegas. Dalam satuan SI, satuan konstanta pegas adalah N/m.
Pada dasarnya osilasi alias getaran dari pegas yang digantungkan secara vertikal sama dengan getaran pegas yang diletakan horisontal. Bedanya, pegas yang digantungkan secara vertikal lebih panjang karena pengaruh gravitasi yang bekerja pada benda (gravitasi hanya bekerja pada arah vertikal, tidak pada arah horisontal). Mari kita tinjau lebih jauh Kekekalan Energi Mekanik pada pegas yang digantungkan secara vertikal...

Pada pegas yang kita letakan horisontal (mendatar), posisi benda disesuaikan dengan panjang pegas alami. Pegas akan meregang atau mengerut jika diberikan gaya luar (ditarik atau ditekan). Nah, pada pegas yang digantungkan vertikal, gravitasi bekerja pada benda bermassa yang dikaitkan pada ujung pegas. Akibatnya, walaupun tidak ditarik ke bawah, pegas dengan sendirinya meregang sejauh x0. Pada keadaan ini benda yang digantungkan pada pegas berada pada posisi setimbang. Berdasarkan hukum II Newton, benda berada dalam keadaan setimbang jika gaya total = 0. Gaya yang bekerja pada benda yang digantung adalah gaya pegas (F0 = ‐kx0) yang arahnya ke atas dan gaya berat (w = mg) yang arahnya ke bawah. Total kedua gaya ini sama dengan nol. Mari kita analisis secara matematis...
F mg kx F mg o o Σ = − = 0 → =
Gurumuda tetap menggunakan lambang x agar anda bisa membandingkan dengan pegas yang diletakan horisontal. Dirimu dapat menggantikan x dengan y. Resultan gaya yang bekerja pada titik kesetimbangan = 0. Hal ini berarti benda diam alias tidak bergerak Jika kita meregangkan pegas (menarik pegas ke bawah) sejauh x, maka pada keadaan ini bekerja gaya pegas yang nilainya lebih besar dari pada gaya berat, sehingga benda tidak lagi berada pada keadaan setimbang (perhatikan gambar c di bawah).

Total kedua gaya ini tidak sama dengan nol karena terdapat pertambahan jarak sejauh x; sehingga gaya pegas bernilai lebih besar dari gaya berat. Ketika benda kita diamkan sesaat (belum dilepaskan), EP benda bernilai maksimum sedangkan EK = 0. EP maksimum karena benda berada pada simpangan sejauh x. EK = 0 karena benda masih diam. Karena terdapat gaya pegas (gaya pemulih) yang berarah ke atas maka benda akan bergerak ke atas menuju titik setimbang. Perhatikan gambar c di bawah ini.

Ketika mencapai titik setimbang, besar gaya total = 0, tetapi laju gerak benda bernilai maksimum (v maks). Pada posisi ini, EK bernilai maksimum, sedangkan EP = 0. EK maksimum karena v maks, sedangkan EP = 0, karena benda berada pada titik setimbang (x = 0). Karena pada posisi setimbang kecepatan gerak benda maksimum, maka benda bergerak terus ke atas sejauh ‐x. Laju gerak benda perlahan‐lahan menurun akibat adanya gaya berat yang menarik benda ke bawah, sedangkan besar gaya pemulih meningkat dan mencapai nilai maksimum pada jarak –x. Ketika benda berada pada simpangan sejauh –x, EP bernilai maksimum sedangkan EK = 0. Setelah mencapai jarak ‐x, gaya pemulih pegas menggerakan benda kembali lagi ke posisi setimbang (lihat gambar di bawah). Demikian seterusnya. Benda akan bergerak ke bawah dan ke atas secara periodik. Selama benda bergerak, selalu terjadi perubahan energi antara EP dan EK. Energi Mekanik bernilai tetap. Ketika benda berada pada titik kesetimbangan (x = 0), EM = EK. Ketika benda berada pada simpangan sejauh –x atau +x, EM = EP.


Energi Potensial sebuah pegas dengan konstanta gaya k yang teregang sejauh x dari kesetimbangannya dinyatakan dengan persamaan :
EP = ½ kx2
Energi Kinetik sebuah benda bermassa m yang bergerak dengan kelajuan v ialah :
EK = ½ mv2
Energi Total (Energi Mekanik) adalah jumlah Energi Potensial dan Energi Kinetik :
EM = EP + EK = ½ kx2 + ½ mv2
Ketika benda berada pada posisi kesetimbangan, benda memiliki kecepatan maksimum, sedangkan besar simpangan = 0 (x = A = 0). Dengan demikian pada titik kesetimbangan, total Energi Mekanik benda yang berosilasi pada ujung pegas adalah
EM = EP + EK
EM =1/2 k(0)2 + ½ mv2
EM = ½ mv2
Misalnya kita tinjau pegas yang dipasang horisontal, di mana pada ujung pegas tersebut dikaitkan sebuah benda bermassa m. Massa benda kita abaikan, demikian juga dengan gaya gesekan, sehingga benda meluncur pada permukaan horisontal tanpa hambatan. Terlebih dahulu kita tetapkan arah positif ke kanan dan arah negatif ke kiri. Setiap pegas memiliki panjang alami, jika pada pegas tersebut tidak diberikan gaya. Pada kedaan ini, benda yang dikaitkan pada ujung pegas berada dalam posisi setimbang (lihat gambar a).

Apabila benda ditarik ke kanan sejauh +x (pegas diregangkan), pegas akan memberikan gaya pemulih pada benda tersebut yang arahnya ke kiri sehingga benda kembali ke posisi setimbangnya (gambar b).

Sebaliknya, jika benda ditarik ke kiri sejauh ‐x, pegas juga memberikan gaya pemulih untuk mengembalikan benda tersebut ke kanan sehingga benda kembali ke posisi setimbang (gambar c).

Besar gaya pemulih F ternyata berbanding lurus dengan simpangan x dari pegas yang direntangkan atau ditekan dari posisi setimbang (posisi setimbang ketika x = 0). Secara matematis ditulis :


Persamaan ini sering dikenal sebagai persamaan pegas dan merupakan hukum hooke. Hukum ini dicetuskan oleh paman Robert Hooke (1635‐1703). k adalah konstanta dan x adalah simpangan. Tanda negatif menunjukkan bahwa gaya pemulih alias F mempunyai arah berlawanan dengan simpangan x. Ketika kita menarik pegas ke kanan maka x bernilai positif, tetapi arah F ke kiri (berlawanan arah dengan simpangan x). Sebaliknya jika pegas ditekan, x berarah ke kiri (negatif), sedangkan gaya F bekerja ke kanan. Jadi gaya F selalu bekeja berlawanan arah dengan arah simpangan x. k adalah konstanta pegas. Konstanta pegas berkaitan dengan elastisitas sebuah pegas. Semakin besar konstanta pegas (semakin kaku sebuah pegas), semakin besar gaya yang diperlukan untuk menekan atau meregangkan pegas. Sebaliknya semakin elastis sebuah pegas (semakin kecil konstanta pegas), semakin kecil gaya yang diperlukan untuk meregangkan pegas. Untuk meregangkan pegas sejauh x, kita akan memberikan gaya luar pada pegas, yang besarnya sama dengan
F = +kx.
Dari berbagai persamaan dan uraian di atas maka bunyi Hukum Hooke dapat dinyatakan dengan uraian:
“Pada daerah elastisitas suatu benda, besarnya pertambahan panjang sebanding dengan gaya yang bekerja pada benda itu.”
Sifat pegas seperti yang dinyatakan oleh Hukum Hooke tidak terbatas pada pegas yang diregangkan. Pada pegas yang dimampatkan juga berlaku Hukum Hooke selama pegas masih pada daerah elastisitasnya. Sifat pegas seperti itu banyak digunakan di dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada neraca pegas, bagian-bagian mesin dan pada kendaraan bermotor modern (pegas sebagai peredam kejut)







BAB III
METODE EKSPERIMEN
ALAT DAN BAHAN
Alat
Neraca Ohauss 311 g - stopwatch
Bahan
Pegas spiral 1 buah
Beban 50 g 5 buah
Untuk statip
Mistar kayu 100 cm
Penggantung pegas
Balok kayu 1,5 meter
Balok kayu 11 cm x 40 cm
Gergaji 1 buah
Sekap 1 buah
Amplas secukupnya
Cat hitam secukupnya
Cara membuat statip
Memotong balok kayu 1,5 m menjadi 2 bagian yaitu 100 cm (batang statip) dan 30 cm pada balok bagian atas.
Membuat 2 lubang 5 cm dari ujung kanan (batang statip) dan 5 cm dari ujung kiri (mistar kayu) pada balok 11cm x 40 cm.
Membuat lubang pada balok 30 cm (bagian atas) sebelah kiri sebagai tempat untuk memasang mistar dan sekaligus memasang penggantung pegas.
Memasang batang statip (kanan) dan mistar pada lubang yang telah dibuat pada balok 30 cm dan diperkuat dengan paku dan lem kayu.
Memasang batang statip dan mistar kayu pada lubang yang telah dibuat pada balok 11 cm x 40 cm dan diperkuat dengan memberikan lem untuk kayu pada bagian lubang tersebut sehingga berdirilah statip yang dilengkapi dengan mistar dan penggantung pegas.
Statip yang sudah jadi, kemudian dicat dengan warna hitam.
Keterangan gambar


balok bagian atas dengan panjang 30 cm



batang statif dengan panjang 100 cm


Mistar 100 cm



Balok bagian bawah dengan panjang 40 cm dan lebar 11 cm

PROSEDUR KERJA
Kegiatan 1 (cara statis)
Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan merakit seperti pada gambar berikut.










Menggantung sebuah penggantung pada ujung pegas.
Pada posisi tersebut mengukur panjang pegas sebagai panjang mula-mula (x_0).
Memberi tanda pada beban yang digunakan angka 1 sampai 5.
Mengukur massa benda 1 dengan menggunakan neraca Ohauss 311 gr.
Mengulangi kegiatan 5 dengan menambahkan beban 2 dan mengukur massanya setiap kali penambahan beban sehingga kita memperoleh sedikitnya 5 data
Memasang sebuah beban 1 pada penggantung beban dan menunggu beberapa saat hingga pegas berada dalam keadaan setimbang. Selanjutnya mengukur panjang pegas sebagai panjang akhir (x_1)
Menghitung pertambahan panjang pegas (∆x=x_1-x_0).
Mengulangi kegiatan (6) dan (7) dengan menambahkan beban 2 di atas beban sebelumnya dan mengukur panjangnya pegas setiap kali penambahan beban tersebut sehingga kita memperoleh sedikitnya 5 (lima ) data.
Kegiatan 2 (cara dinamis)
Menggantung beban pada pegas, kemudian diberi simpangan 2 cm lalu dilepaskan. Mencatat waktu untuk 10 ayunan.
Mengulangi langkah 1 dengan menambahkan beban 2 sampai 5.

TEKNIK ANALISIS DATA
Membuat grafik hubungan antara gaya berat beban dengan pertambahan panjang pegas.
Membuat grafik hubungan antara massa dengan kuadrat periode.
Menghitung konstanta pegas berdasarkan grafik yang telah dibuat.
Menghitung besarnya kesalahan konstanta pegas berdasarkan grafik.




BAB IV
HASIL, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN
HASIL PENGAMATAN
NST Mistar = 1/10 = 0,1 cm
NST Neraca Ohauss 311 gr
Lengan 1 = 100/1= 100 gr
Lengan 2 = 100/10=10 gr
Lengan 3 = 1/1=1 gr
Lengan 4 =0,1/10=0,01 gr
NST stopwatch = 0,1 s
Kegiaatan 1 (metode statis)
Tabel. Hubungan antara gaya berat beban terhadap pertambahan panjang pegas. (penambahan beban)

NO. Massa m ( Kg ) Panjang Mula-mula x_o ( m ) Panjang Akhir x ( m )
1.
2.
3.
4.
5.
6. 0,050000
0,100215
0,150800
0,201000
0,251320
0.301550 0,1680
0,1680
0,1680
0,1680
0,1680
0,1680 0,2205
0,2730
0,3260
0,3780
0,4310
0,4840




Tabel. Hubungan antara gaya berat beban terhadap pertambahan panjang pegas. (pengurangan beban)
NO. Massa m ( Kg ) Panjang Mula-mula x_o ( m ) Panjang Akhir x ( m )
1.
2.
3.
4.
5.
6. 0,301550
0,251320
0,201000
0,150800
0,100215
0.050000 0,1660
0,1660
0,1660
0,1660
0,1660
0,1660 0,4840
0,4320
0,3790
0,3260
0,2720
0,2190

Kegiatan 2 (metode dinamis)
Tabel hubungan antara massa dengan kuadrat periode
NO Massa m (kg) Waktu t (s) Peride T (s)
1.
2.
3.
4.
5.
6. 0,050000
0,100215
0,150800
0,201000
0,251320
0,301550 4,55
6,50
7,85
9,15
10,25
11,20 0,455
0,650
0,785
0,915
1,025
1,120





ANALISIS
Analisis grafik
Metode statis
Penambahan beban
NO GAYA BERAT BEBAN F (N) PERTAMBAHAN PANJANG PEGAS ∆x (m)
1. 0.50000 0.0525
2. 1.00215 0.1050
3. 1.50800 0.1580
4. 2.01000 0.2100
5. 2.45764 0.2630
6. 3.01550 0.3160


NST Grafik ∆x= 0.05/5=0.01 N/m
∆∆x= 1/4×NST=1/4 0.01=2.5 x〖 10〗^(-3) N/m
NST grafik F= 0.5/5=0.1 N/m
∆F= 1/4×NST= 1/4 ×0.1=2.5×〖10〗^(-2) N/m
k= F/∆x=2.1/0.22=9.54 N/m
∆k=|∆F/F+∆∆x/∆x|k
∆k=|(2.5×〖10〗^(-2))/2.1+(2.5 x〖 10〗^(-3))/0.22|9.54 N/m
∆k=|0.012+0.012|9.54 N/m
∆k=|0.024|9.54 N/m
∆k=0.229 N/m
KR= ∆k/k×100%=0.229/9.54×100%=2.40%
DK=100%-KR=100%-2.40%=97.60%
PF=(k±∆k) N/m
=(9.54±0.229)N/m
=(9.5±0.2) N/m
Pengurangan beban
NO GAYA BERAT BEBAN F (N) PERTAMBAHAN PANJANG PEGAS ∆x (m)
1. 3.01550 0.3180
2. 2.45764 0.2660
3. 2.01000 0.2130
4. 1.50800 0.1600
5. 1.00215 0.1060
6. 0.50000 0.0530


NST Grafik ∆x= 0.05/5=0.01 N/m

∆∆x= 1/4×NST=1/4 0.01=2.5 x〖 10〗^(-3) N/m

NST grafik F= 0.5/5=0.1 N/m
∆F= 1/4×NST= 1/4 ×0.1=2.5×〖10〗^(-2) N/m
k= F/∆x=1.8/0.19=9.47 N/m
∆k=|∆F/F+∆∆x/∆x|k
∆k=|(2.5×〖10〗^(-2))/1.8+(2.5 x〖 10〗^(-3))/0.19|9.47 N/m
∆k=|0.014+0.013|9.47 N/m
∆k=|0.027|9.47 N/m
∆k=0.256 N/m

KR= ∆k/k×100%=0.256/9.47×100%=2.70%
DK=100%-KR=100%-2.70%=97.3%
PF=(k±∆k) N/m
=(9.47±0.256)N/m
=(9.5±0.3) N/m
Metode dinamis
NO Massa m (kg) Kuadrat periode T2 (s)
1. 0.050000 0.207
2. 0.100215 0.422
3. 0.150800 0.616
4. 0.201000 0.837
5. 0.251320 1.051
6. 0.301550 1.254


NST Grafik T^2=0.2/5=0.04 N/m
∆T^2=1/4×NST=1/4 0.04=1 x〖 10〗^(-2) N/m
NST grafik m= 0.05/5=0.01 N/m
∆m= 1/4×NST= 1/4 ×0.01=2.5×〖10〗^(-3) N/m
K= m/∆T=0.28/1.16=0.24 N/m = 0.24 x 39.4384=9.46 N/m
∆k=|∆m/m+(∆T^2)/T^2 |k
∆k=|(2.5×〖10〗^(-3))/0.28+(1 x〖 10〗^(-2))/1.16|0.24 N/m
∆k=|0.0089+0.862|0.24 N/m
∆k=|0.871|0.24 N/m
∆k=0.21 N/m
KR= ∆k/k×100%=0.21/9.46×100%=2.22%
DK=100%-KR=100%-2.22%=97.8%
PF=(k±∆k) N/m
=(9.46±0.21)N/m
=(9.5±0.2) N/m
PEMBAHASAN
Berdasarkan kajian teori yang kami peroleh menyatakan bahwa sebuah pegas yang diregangkan dengan suatu gaya, maka pegas akan bertambah panjang. Jika gaya yang digunakan untuk menarik kawat tidak terlalu besar, maka perpanjangan pegas adalah sebanding dengan gaya yang bekerja. Semakin besar konstanta pegas (semakin kaku sebuah pegas),
semakin besar gaya yang diperlukan untuk menekan atau meregangkan pegas. Sebaliknya semakin elastis sebuah pegas (semakin kecil konstanta pegas), semakin kecil gaya yang diperlukan untuk meregangkan pegas. Untuk meregangkan pegas sejauh x, kita akan memberikan gaya luar pada pegas, yang besarnya sama dengan F = +kx untuk metode statis sedangkan untuk metode dinamis digunakan persamaan k=4πm/T^2 dimana T adalah periode dan m adalah massa.
Hasil eksperimen ditunjukkan pada analisis grafik dengan metode statis untuk penambahan beban diperoleh persamaan y = 9.477x + 0.003, R2 = 0.999 dan pelaporan fisikanya PF =(9.5±0.3) N/m dan pengurangan beban diperoleh persamaan y = 9.394x +0.001, R2 = 0.999 dan pelaporan fisikanya PF=(9.4±0.2) N/m sedangkan pada metode dinamis diperoleh persamaan y = 0.24x + 0.000, R2 = 0.999 dan pelaporan fisikanya PF =(9.7±0.3) N/m. Dari data ini terlihat bahwa pelaporan fisika dengan metode statis dan dinamis tidak jauh berbeda.
Adapun penyebab sehingga data yang kami peroleh atau konstanta pegas setelah dianalisis baik metode statis maupun metode dinamis hasilnya berbeda-beda disebabkan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pada saat pengambilan data diantaranya pengamatan dan pembacaan skala ukur pada neraca ohauss, stopwatch dan mistar serta udara yang mempengaruhi pada saat mengukur massa benda dengan neraca ohauss 311 gr, dimana penunjukan keseimbangan pada neraca ini sulit untuk stabil atau normal karena adanya faktor udara tersebut.















BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari eksperimen yang kami lakukan antara lain:
Besar konstanta pegas dengan metode statis pada penambahan beban atau pelaporan fisika PF =(9.5±0.3) N/m dan pengurangan beban PF=(9.4±0.2) N/m sedangkan pada metode dinamis PF =(9.7±0.3) N/m

SARAN
Diharapkan kepada pembaca agar lebih memahami percobaan hukum Hooke dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Diharapkan kepada praktikan atau pembaca, apabila melakukan percobaan ini sangat dibutuhkan ketelitian baik dalam mengukur massa benda dengan menggunakan neraca ohauss 311 gr maupun mengukur pertambahan panjang pegas dengan menggunakan mistar.







DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1(terjemahan). Jakarta: penerbit Erlangga
Halliday dan Resnick. 1991. Fisika Jilid I (Terjemahan). Jakarta : Penerbit Erlangga
Tipler, P.A. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik-Jilid I (terjemahan). Jakarta : Penebit Erlangga
Young, Hugh D. & Freedman, Roger A. 2002. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 1 (terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga
http://www.gurumuda.com © 2008 ‐ 2009
file://localhost/D:/DATA%20SUTHE/BERKAS%20KU/pegas/pegas.html












































(mengukur massa benda)






(mengukur panjang mula-mula pegas)

(mengukur panjang pegas mula-mula)









(mengukur pertambahan panjang pegas)

makalah seminar fisika unismuh (memahami cermin lengkung dan lensa dengan menggunakan konvensi tanda)

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Cermin dan lensa merupakan bagian dari optika geometri, yaitu
bagian dari ilmu fisika yang mempelajari tentang cahaya secara geometrik. Dalam hal ini mempelajari sifat-sifat pemantulan dan pembiasan. Dimana cermin berkaitan dengan hukum-hukum pemantulan sedangkan lensa berkaitan dengan hukum-hukum pembiasan. Ada dua macam cermin, yaitu cermin datar dan cermin lengkung. Cermin lengkung meliputi cermin cekung dan cermin cembung. Lensa dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu lensa cembung dan lensa cekung. Pada lensa cembung (konveks) bagian tengahnya lebih tebal,mengumpulkan sinar (konvergen), memiliki tiga golongan yaitu cembung ganda (bikonveks), cembung datar (plankonveks), cembung cekung (konkaf-konveks). Pada lensa cekung (konkaf) yang bersifat memencarkan sinar (divergen) memiliki tiga golongan, yaitu bikonkaf, plankonkaf, dan konveks-konkaf. Namun untuk memahami materi ini akan membutuhkan ketelitian yang sangat tinggi sehingga kebanyakan siswa yang kurang memahami materi ini yaitu cermin lengkung dan lensa khususnya mengenai masalah tanda serta kurang mengerti apa artinya tanda pada cermin lengkung dan lensa. Adapun beberapa masalah mengenai tanda yang dianggap susah dipahami oleh siswa dan sekaligus menjadi alasan penulis mengangkat dan mengajukan judul seminar ini antara lain:
Siswa sulit memahami cermin lengkung dan lensa terutama pada arah sinar terbalik misalnya dari kiri ke kanan begitupun sebaliknya.
Menentukan tanda negatif dan positif terutama dalam sifat bayangan dan perbesaran bayangan benda.
Masih adanya buku-buku yang menyatakan bahwa perbesaran bayangan (M) menggunakan tanda mutlak.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana cara memahami cermin lengkung dan lensa dengan mudah?
Bagaimana cara agar siswa dapat meneyelesaikan soal-soal dengan mudah?
TUJUAN
Untuk memudahkan siswa memahami cermin lengkung dan lensa.
Unutk memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cermin lengkung dan lensa.
MANFAAT
Bagi siswa : Diharapkan kepada siswa agar lebih mudah memahami cermin lengkung dan lensa serta dapat menyelesaikan soal-soal dengan mudah.
Bagi guru : Sebagai pertimbangan untuk menerapkan cara penyajian materi khususnya cermin lengkung dan lensa dengan menggunakan konvensi tanda.
Bagi sekolah : Sebagai bahan referensi dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa.









BAB II
KAJIAN PUSTAKA

CERMIN LENGKUNG
Bagian-Bagian Cermin Lengkung dan Penomoran Ruang
Cermin cekung

Cermin cembung

Gambar. Bagian-bagian cermin cekung dan penomoran ruang cermin
cekung


Konvensi Tanda Cermin Lengkung
Jarak fokus (f) dan jari-jari kelengkungan cermin (R) bertanda positif (+), jika titik fokus (F) dan titik pusat kelengkungan cermin (C) berada di depan cermin pada cermin cekung dan bertanda negatif (-) pada cermin cembung.
Cermin cekung

Gambar. (a) Jarak fokus dan jari-jari kelengkungan cermin pada cermin cekung di sebelah kiri.
(b) Jarak fokus dan jari-jari kelengkungan cermin pada cermin cekung di sebelah kanan.
Cermin cembung

Gambar. (a) Jarak fokus dan jari-jari kelengkungan cermin pada cermin cembung di sebelah kiri.
(b) Jarak fokus dan jari-jari kelengkungan cermin pada cermin cembung di sebelah kanan.
Jarak benda (s) bertanda positif (+), jika benda terletak di depan cermin (benda nyata).
Cermin cekung

Gambar. (a) Benda terletak di depan cermin cekung di sebelah kiri
(b) Benda terletak di depan cermin cekung di sebelah kanan
Cermin cembung

Gambar. (a) Benda terletak di depan cermin cembung di sebelah kanan.
(b) Benda terletak di depan cermin cembung di sebelah kiri.
Jarak benda (s) bertanda negatif (-), jika benda terletak di belakang cermin (benda maya).
Cermin cekung

Gambar. (a) Benda terletak di belakang cermin cekung di sebelah kanan.
(b) Benda terletak di belakang cermin cekung di sebelah kiri.

Cermin cembung

Gambar. (a) Benda terletak di belakang cermin cembung di sebelah kiri.
Benda terletak di belakang cermin cembung di sebelah kanan.
Jarak bayangan (s’) bertanda positif (+), jika bayangan terletak di depan cermin (bayangan nyata).
Cermin cekung

Gambar. (a) bayangan benda terletak di depan cermin cekung di sebelah kiri
(b) Bayangan benda terletak di depan cermin cekung di sebelah Kanan.
Cermin cembung

Gambar. (a) bayangan benda terletak di depan cermin cembung di sebelah
kanan.
(b) Bayangan benda terletak di depan cermin cembung di sebelah
Kiri.
Jarak bayangan (s’) bertanda negatif (-), jika bayangan terletak di belakang cermin (bayangan maya).
Cermin cekung

Gambar. (a) bayangan benda terletak di belakang cermin cekung di sebelah kanan.
(b) bayangan benda terletak di belakang cermin cekung di sebelah kiri.
Cermin cembung

Gambar. (a) bayangan benda terletak di belakang cermin cembung di sebelah kiri.
(b) bayangan benda terletak di belakang cermin cembung dis ebelah kanan.
(Rahman Karim, 2003: 7-10)
Pembentukan Bayangan oleh Cermin Lengkung
Cermin cekung
Untuk menggambarkan bagaimana terbentuknya bayangan pada cermin cekung dapat menggunakan bantuan sinar-sinar istimewa, dengan demikian lukisan bayangan akan dapat dilukis dengan mudah karena sinar-sinar tersebut mudah diingat ketentuannya tanpa harus mengukur sudut datang dan sudut bias. Sinar-sinaar istimewa ini pun tetap berdasarkan hukum pemantulan cahaya. Untuk menggambarkan bagaimana terbentuknya bayangan pada cermin sferik kita dapat menggunakan bantuan sinar-sinar istimewa, dengan demikian lukisan bayangan akan dapat kita lukis dengan mudah.
Sinar-sinar istimewa pada cermin cekung adalah sebagai berikut:
Sinar yang datang sejajar sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus (F).

Sinar yang datang melalui titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar sumbu utama.

Sinar yang datang melalui pusat kelengkungan ( C ) akan dipantulkan kembali melalui titik pusat kelengkungan tersebut.

Contoh melukis bayangan pada cermin cekung.
Benda berada di ruang I

Benda berada di ruang II

Benda berada di ruang III

Dari contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa antara ruang tempat benda berada dan tempat bayangan berada bila dijumlah hasilnya adalah 5. Kecuali benda yang berada di titik-titik khusus. Dengan demikian berlaku:

(Pristiadi Utomo. :15-18)

Cermin Cembung
Sama halnya dengan cermin cekung, pada cermin cembung juga mempunyai tiga macam sinar istimewa. Karena jarak fokus dan pusat kelengkungan cermin cembung berada di belakang cermin maka ketiga sinar istimewa pada cermin cembung tersebut adalah :
Sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus (F).

Sinar yang datang menuju titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar sumbu utama.

Sinar-sinar yang menuju titik pusat kelengkungan ( C ) akan dipantulkan seolah-olah berasal dari titik pusat kelengkungan tersebut.

(Supardiono, 2004: 20-25)

Contoh melukis bayangan pada cermin cembung
Seperti halnya pada cermin cekung, melukis bayangan pada cermin cembung juga diperlukan minimal dua sinar istimewa. Karena depan cermin adalah ruang IV maka berapapun jarak benda nyata dari cermin tetap berada di ruang IV . Dengan demikian bayangan yang terbentuk berada di ruang I cermin cembung dan bersifat maya, diperkecil.

Itulah sebabnya bayangan yang terlihat di dalam kaca spion dari benda-benda nyata di depan kaca spion tampak mengecil dan spion mampu mengamati ruang yang lebih luas.
Rumus-Rumus Cermin Lengkung
Disamping cara lukisan seperti pada gambar diatas maka letak, ukuran, dan sifat-sifat bayangan dapat pula ditentukan dengan menggunakan perhitungan-perhitungan.
Untuk menentukan letak bayangan digunakan rumus:
1/f=1/s+1/s' ⟹2/R=1/s+1/s'
Dimana:
f = jarak fokus cermin
s = jarak benda dari cermin
s’ = jarak bayangan dari cermin
R = jari-jari kelengkungan cermin
Dimana:
R = 2 f atau f = ½ R
Untuk menentukan ukuran bayangan digunakan rumus:
M =-h^'/h=-s^'/s
Dimana:
M = perbesaran bayangan
h’ = tinggi bayangan
h = tinggi benda
jika M bernilai positif (+) maka sifat bayangan tegak dan jika M bernilai ptic ve (-) maka sifat bayangan terbalik. Dan jika dalam perhitungan ternyata diperoleh M>1 artinya bayangan yang dibentuk lebih besar dari pada bendanya, jika M =1 maka bayangan sama besar dengan bendanya sedangkan jika 0(Sears. Zemansky, 1987: 933-937)

Contoh:
Jika perbesaran suatu cermin lengkung, M = -2
Artinya:
Sifat bayangannya terbalik (karena M bernilai ptic ve)
Tinggi bayangan sama dengan 2 x tinggi bendanya.
Contoh soal:
Sebuah benda berdiri tegak sejauh 20 cm di depan cermin lengkung yang jejari lengkungannya 10 cm. tentukanlah:
Jarak bayangan yang terbentuk.
Perbesaran bayangannya.
Sifat-sifat bayangannya.
Lukis jalan sinarnya.
Penyelesaian:
Jika cermin lengkung itu adalah cekung:
Diketahui:
s = 20 cm R = 10 cm f = 5 cm
Jarak bayangan yang dibentuk…..
Rumus: 1/f=1/s+1/s'⟶ 1/5=1/20+1/s'
1/s'=4/20-1/20=3/20⟶s^'=20/3 cm = 62/3 cm
Perbesaran bayangannya……
s’=62/3 cm
rumus: M=-s^'/s⟶M==-(6 2/3)/20⟶M=-20/3×1/20=-1/3
Sifat-sifat bayangannya adalah……
Nyata, lebih kecil dan terbalik
Lukisan bayangannya……

Jika cermin lengkung itu adalah cermin cembung:
s = 20 cm R = - 10 cm f = - 5 cm
Jarak bayangan yang dibentuk…….
Rumus: 1/f=1/s+1/s'⟶ 1/(-5)=1/20+1/s'
1/s'=-4/20-1/20=-5/20⟶s^'=-20/5 cm =-4cm
Perbesaran bayangannya…...
s’=-4cm
rumus: M=-s^'/s⟶M==-(-4)/20⟶M=1/5
sifat-sifat bayangannya adalah…..
Maya, lebih kecil dan tegak
Lukisan bayangannya…..

LENSA
Lensa cekung ditulis (-)


lensa cembung di tulis (+)

Konvensi Tanda Untuk Lensa
Arah dari mana sinar datang disebut depan dan arah kemana sinar bias disebut belakang.
Lensa cekung

Gambar. (a) sinar datang dari arah kiri pada lensa cekung.
Sinar datang dari arah kanan pada lensa cekung.
Lensa cembung

Gambar. (a) Sinar datang dari arah kiri pada lensa cembung.
Sinar datang dari arah kanan pada lensa cembung.
Jarak fokus (f) bertanda ptic ve (-) pada lensa cekung dan bertanda positif (+) pada lensa cembung.
Lensa cekung

Gambar. (a) Jarak fokus pada lensa cekung dengan arah sinar dari kiri.
Jarak fokus pada lensa cekung dengan arah sinar dari kanan.
Lensa cembung

Gambar. (a) Jarak fokus pada lensa cembung dengan arah sinar dari kiri.
(b) Jarak fokus pada lensa cembung dengan arah sinar dari
Kanan
Jarak benda (s) bertanda (+), jika benda terletak di depan lensa (nyata).
Lensa cekung

Gambar. (a) Jarak benda terletak di depan lensa di sebelah kiri.
(b) Jarak benda terletak di depan lensa di sebelah kanan.

Lensa cembung

Gambar. (a) Jarak benda terletak di depan lensa di sebelah kiri.
(b) Jarak benda terletak di depan lensa di sebelah kanan.
Jarak benda (s) bertanda ptic ve (-), jika benda terletak di belakang lensa (nyata).
Lensa cekung

Gambar. (a) Jarak benda terletak di belakang lensa di sebelah kanan.
(b) Jarak benda terletak di belakang lensa di sebelah kiri.


Lensa cembung

Gambar. (a) Jarak benda terletak di belakang lensa di sebelah kanan.
(b) Jarak benda terletak di belakang lensa di sebelah kiri.
Jarak bayangan (s’) bertanda ptic ve (-), jika bayangan terletak di depan lensa (maya) .
Lensa cekung

Gambar. (a) Jarak bayangan terletak di depan lensa di sebelah kiri.
Jarak bayangan terletak di depan lensa di sebelah kanan.


Lensa cembung

Gambar. (a) jarak bayangan terletak di depan lensa di sebelah kiri.
(b) Jarak bayangan terletak di depan lensa di sebelah kanan.
Jarak bayangan (s’) bertanda (+), jika bayangan terletak di belakang lensa (nyata).
Lensa cekung

Gambar. (a) Jarak bayangan terletak di belakang lensa di sebelah kanan.
(b) Jarak bayangan terletak di belakang lensa di sebelah kiri.

Lensa cembung

Gambar. (a) Jarak bayangan terletak di belakang lensa di sebelah kanan.
(b) Jarak bayangan terletak di belakang cermin di sebelah kiri.

Pembentukan Bayangan pada Lensa
Seperti pada cermin, maka pembentukan bayangan pada lensa, juga memerlukan sinar-sinar istimewa sebagai berikut:
Untuk lensa cekung ( ptic ve)

Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah dari titik fokus kedua F2.
Sinar datang melalui titik O (pusat ptic) tidak dibiaskan.
Sinar datang seolah-olah menuju titik fokus pertama (F1) dibiaskan sejajar sumbu utama.
Untuk lensa cembung (positif)

Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus kedua F1.
Sinar datang melalui titik pusat ptic (O) tidak dibiaskan.
Sinar datang melalui titik titik fokus pertama (F2) dibiaskan sejajar sumbu utama.
Melukis pembentukan bayangan pada lensa
Untuk melukis pembentukan bayangan pada lensa tipis cukup menggunakan minimal dua berkas sinar istimewa untuk mendapatkan titik bayangan.
Contoh melukis pembentukan bayangan.
Benda AB berada di ruang II lensa cekung

Benda AB berada di ruang II lensa cembung

Benda AB berada di ruang III lensa cembung

Benda AB berada di ruang I lensa cembung

(Pristiadi Utomo. : 57-59)
Rumus-rumus lensa
Untuk menghitung jarak bayangan adalah:
1/f=1/s+1/s'
Untuk menghitung perbesaran bayangan adalah:
M =-s^'/s
Jadi rumus-rumus untuk cermin lengkung sama dengan rumus-rumus lensa, namun penerapannya harus memperhatikan konvensi tanda.
Kuat Lensa
Untukmenyatakan kemampuan suatu lensa mengumpulkan atau menyebarkan sinar digunakan istilah kuat lensa yang didefinisikan sebagai kebalikan dari jarak fokus.
P =1/f
Dimana:
P = kuat lensa, dinyatakan dalam dioptri
f = jarak fokus, dinyatakan dalam meter
Contoh soal
Jika sebuah lensa cekung mempunyai jarak fokus 50 cm, maka kuat lensa tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
f = -50 cm
f = -0,5 m = -1/2
P = 1/f = -2 dioptri.
Jika seorang mempunyai titik jauh 80 cm orang tersebut tidak dapat melihat jelas benda yang jauhnya lebih besar dari 80 cm (rabun jauh).
Untuk menghitung kuat lensa dari kaca mata yang harus digunakan, maka jarak fokus lensa dapat dihitung dengan rumus:
1/f=1/s+1/s'

Dimana:
s’ = 80 cm
s = ∞
karena s’ di depan lensa maka, s’ bernilai negatif, maka:
1/f=1/∞+1/80
1/f=-1/80→f=-80 cm=-0,8 m
P=1/f=-1/0,8=-1,25 dioptri
Jadi ukuran lensa kaca mata yang dipakai adalah -1,25 dioptri
Artinya lensa yang dipakai adalah lensa cekung atau lensa negatif yang kekuatannya 1,25 dioptri.
(Rahman Karim, 2003: 16-18)














BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Konsep cermin lengkung dan lensa dapat dipahami dengan mudah apabila menggunakan konvensi tanda.
Dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan cermin lengkung dan lensa dapat diselesaikan dengan mudah apabila menggunakan konvensi tanda.
Menjelaskan secara bersamaan antara cermin cekung dan cembung demikian pula untuk lensa.
SARAN
Diharapkan dengan adanya konvensi tanda ini siswa dapat lebih memahami cermin lengkung dan lensa dengan mudah.
Dengan tulisan ini, diharapkan mampu membantu pembaca untuk memahami lebih jauh tentang cermin lengkung dan lensa.









DAFTAR PUSTAKA
Karim, Rahman. 2003. Pokok-Pokok materi IPA (Fisika) Unit Optik Geometri. Makassar: Universitas Negeri Makassar
Pristiadi Utomo. Alat-Alat Optik: Buku elektronik
Supardiono. 2004. Lensa dan Cermin. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Zemansky, Sears. 1987. Fisika Untuk Universitas 3 Optika.Fisika Modern. Jakarta: Binacipta